lazada indonesia

Antara Prosedur dan Realitas Jilid 1

Beberapa waktu yang lalu dunia pendidikan khususnya Guru dihebohkan dengan program sertifikasi guru yang digulirkan pemerintah dengan maksud mengukur dan menakar kompetensi guru di Indonesia, maka berlombalah para profesi pendidik ini menempuh berbagai tahapan dan proses dalam rangka meraih sertifikat guru yang didalamnya menyangkut kompensasi berupa tunjangan sertifikasi yang diterimanya. Kemudian setelah itu disusul dengan kesibukan berbagai pelatihan, Bintex dll termasuk Uji Kompentensi Guru dan program lain setelahnya seperti Uji Kompentensi Paska UKG.
Semua kegiatan ini patut diacungi jempol dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru yang bertanggung jawab atas lahirnya kader-kader muda harapan bangsa dikemudian hari. Namun kiranya diperbolehkan apabila kita sedikit mengkritisi berbagai kebijakan yang dilakukan terhadap para guru ini.

Perlu kita catat bahwa kiprah kita didunia pendidikan adalah membentuk, membina dan mengembangkan sumberdaya manusia bukanlah sebuah mesin, robot atau benda-benda mati lainnya, yang kita hadapi adalah manusia yang punya karakter, perasaan, bakat, keinginan, latar belakang keluarga dan lingkungan. Mungkin sering kita menemui anak didik kita yang sedih , tidak jarang pula kita menemukan seorang siswa yang marah, gembira dll yang menggambarkan mereka adalah manusia.

Bergulir wacana tentang media pembelajaran berbasis online dimana siswa bisa mengirimkan tugasnya dengan cara meng up-load file tugasnya ke aplikasi seperti Google Clasroom misanya, atau bisa mengerjakan tugas pelajarannya secara online dsb. Sungguh sangat effisien dan praktis metode seperti ini dan patut kita dukung sebagai sebuah kemajuan dalam dunia pendidikan ditengah pesatnya perkembangan teknologi, tapi perlu pula dipikirkan metode lainnya sebagai penyeimbang karena kematangan siswa dalam pelajaran harus pula diimbangi dengan kematangan siswa secara psikologis yang artinya dibuka seluas-luasnya komunikasi,tatap muka, dan interaksi secara langsung lainnya sebagai media untuk menampung keluh kesah atau curhatan anak didik kita.

Berbagai program yang digulirkan diharapkan terfokus pada output yaitu siswa yang paripurna secara akademis maupun psikologis, tidak hanya terfokus level proses. Misalnya apapila guru rampung mengikuti sebuah program perlu di evaluasi hasilnya apakah baik/bagus bagi anak didik atau program itu hanya bersifat formalitas ceremonial saja.

Ketika ada program pemerintah dengan mengirimkan guru-guru ke Australia untuk study atau penelitian, tentunya adalah sebuah berkah bagi guru-guru tersebut bisa menginjakkan kaki di luar negeri dengan biaya negara, bertambahnya pengalaman dan wawasan. Yang jadi bahan renungan bagi kita adalah manfaat apa yang bisa diambil anak didik dari guru-guru setelah tiba kembali ke tanah air dari Australia ? sebuah metode pembelajaran modern kah ? pengalaman visual atau tekhnikal yang dapat diterapkan di kelas ? foto-foto selfie ? atau gantungan kunci sekedar cindera mata dari sana ?


Demikian untuk kali ini, akan saya sambung diwaktu yang akan datang,  mohon maaf atas segala kekurangannya.


Mengenal Kalkulator

Kalkulator merupakan alat hitung elektronika yang jauh lebih sederhana dibandingkan dengan komputer, dan saat ini sudah beredar banyak dikalangan masyarakat yang digunakan sebagai alat bantu hitung yang praktis dan cepat.
Suatu kenyataan saat ini belum banyak siswa maupun guru yang mampu menggunakan kalkulator untuk penyelesaian berbagai perhitungan dalam matematika. Pada umumnya masih terbatas penggunaannya pada proses perkalian, pembagian, penjumlahan, pengurangan (x, :, +, -). Padahal dengan menggunakan scientific calculator dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai perhitungan-perhitungan baik dalam operasi hitung maupun lainnya misalnya statistik, keuangan, aljabar, kalkulus dan sebagainya.



Jenis Kalkulator
Saat ini telah dikenal beberapa macam kalkulator dari berbagai merek dan type, tetapi dapat digolongkan menjadi dua jenis kalkulator yaitu :
  1. Kalkulator yang tidak dapat diprogram, Kalkulator jenis ini hanya dapat digunakan untuk suatu kalkulasi sedehana, yang hanya menggunakan operasi hitung biasa misalnya perkalian, pembagian, penjumlahan, pengurangan, logaritma, nilai fungsi trigonometri. 
  2. Kalkulator yang dapat diprogram.(Programmable Calculator). Pada kalkulator jenis ini dapat dibedakan menjadi dua jenis pemrograman , yaitu :
  • Program aplikasi yang telah dirancang oleh pabriknya. Program ini telah tersedia, sehingga pengguna dapat langsung menggunakan fasilitas tersebut. Contoh : program-program untuk statistik, analisis regresilinier, integral dan sebagainya. 
  • Program yang dibuat sendiri oleh penggunanya. Program dibuat sendiri sesuai dengan kebutuhan rumus yang akan diprogramnya dengan menggunakan “bahasa program” untuk kalkulator. Suatu program yang telah disusun dapat disimpulkan pada kalkulator dan program yang telah tersimpan tidak akan hilangan walaupun kalkulator dimatikan.


Sumber :

Fungsi dan Peran Dari Matematika

Fungsi Dari Matematika adalah mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus-rumus matematika yang diperluka dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi lain dari matematika adalah mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika dimana hal ini dapat berupa kalimat matematika dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Russefendi (1988 : 74) mengatakan bahwa “berhitung itu penting untuk kehidupan praktis sehari-hari ataupun untuk keperluan melajutkan sekolah , dan hal tersebut didasarkan pada 2 aspek yaitu aspek sosial dan matematis.

Arah pembelajaran matematika di sekolah adalah pada pencapaian standar kompetensi dasar oleh siswa. Kegiatan pembelajaran matematika tidak berorientasi pada penguasaan materi matematika semata, tetapi materi matematika diposisikan sebagai alat dan sarana siswa untuk mencapai kompetensi. Oleh karena itu, ruang lingkup mata pelajaran matematika yang dipelajari di sekolah disesuaikan dengan kompetensi yang harus dicapai siswa.

Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok, untuk setiap aspeknya. Pengorganisasian dan pengelompokan materi pada aspek tersebut didasarkan menurut kemahiran atau kecakapan yang hendak ingin di capai.

Merujuk pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa maka ruang lingkup materi matematika adalah aljabar, pengukuran dan geomerti, peluang dan statistik, trigonometri, serta kalkulus.
  1. Kompetensi aljabar ditekankan pada kemampuan melakukan dan menggunakan operasi hitung pada persamaan, pertidaksamaan dan fungsi. 
  2. Pengukuran dan geometri ditekankan pada kemampuan menggunakan sifat dan aturan dalam menentukan porsi, jarak, sudut, volum, dan tranfrormasi. 
  3. Peluang dan statistika ditekankan pada menyajikan dan meringkas data dengan berbagai cara. 
  4. Trigonometri ditekankan pada menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri. 
  5. Kalkulus ditekankan pada mengunakam konsep limit laju perubahan fungsi



sumber :

Disposisi Matematika

image : sobatbumi.com
Seperti kita ketahui bersama bahwa belajar matematika tidak hanya sebatas mengembangkan ranah kognitif semata. Adanya kecenderungan rasa ingin tahu, ulet, percaya diri, melakukan refleksi atas cara berpikir seorang anak didik dalam menyelesaikan masalah matematis. Dalam matematika hal tersebut dinamakan disposisi matematis (Karlimah, 2010:10).

Terdapat hubungan yang kuat antara disposisi matematis dan pembelajaran. Pembelajaran matematika selain untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis atau aspek kognitif siswa, haruslah pula memperhatikan aspek afektif siswa, yaitu disposisi matematis. Pembelajaran matematika di kelas harus dirancang khusus sehingga selain dapat meningkatkan prestasi belajar siswa juga dapat meningkatkan disposisi matematis.

Katz (Mahmudi, 2010:5) mendefinisikan disposisi sebagai kecenderungan untuk berperilaku secara sadar (consciously), teratur (frequently), dan sukarela (voluntary) untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku-perilaku tersebut diantaranya adalah percaya diri, gigih, ingin tahu, dan berpikir fleksibel. Dalam konteks matematika, menurut Katz, disposisi matematis (mathematical disposition) berkaitan dengan bagaimana siswa menyelesaikan masalah matematis; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian masalah. Dalam konteks pembelajaran, disposisi matematis berkaitan dengan bagaimana siswa bertanya, menjawab pertanyaan, mengkomunikasikan ide-ide matematis, bekerja dalam kelompok, dan menyelesaikan masalah.

Disposisi matematis dikatakan baik jika siswa tersebut menyukai masalah masalah yang merupakan tantangan serta melibatkan dirinya secara langsung dalam menemukan/menyelesaikan masalah. Selain itu siswa merasakan dirinya mengalami proses belajar saat menyelesaikan tantangan tersebut. Dalam prosesnya siswa merasakan munculnya kepercayaan diri, pengharapan dan kesadaran untuk melihat kembali hasil berpikirnya.

Pada tahun 1998 Polking (Sumarmo, 2010:7), mengemukakan bahwa disposisi matematis menunjukkan 
  1. Rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan; 
  2. Fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah;  
  3. Tekun mengerjakan tugas matematik; 
  4. Minat, rasa ingin tahu (curiosity), dan dayatemu dalam melakukan tugas matematik;  
  5. Cenderung memonitor, merepleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; 
  6. Menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; 
  7. Apresiasi (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa 
Namun memiliki disposisi matematis tidak cukup ditunjukkan hanya dengan menyenangi belajar matematika., Untuk mengungkapkan disposisi matematis siswa, dapat dilakukan dengan membuat skala disposisi dan pengamatan. Skala disposisi memuat pertanyataan-pernyataan masing-masing komponen disposisi. Misalnya: “untuk pemahaman lebih mendalam, saya mencoba menyelesaikan soal matematika dengan cara lain”.

Melalui pengamatan, disposisi matematis siswa dapat diketahui ada tidaknya perubahan pada saat siswa memperoleh atau mengerjakan tugas-tugas. Misalnya pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung dapat dilihat apakah siswa dalam menyelesaikan soal matematika yang sulit siswa terus berusaha sehingga memperoleh jawaban yang benar




Sumber :

Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika

image : www.apprendre-math.info
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah yang datang silih berganti menuntut kearifan kita dalam menghadapi dan menyelesaikannya. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut seyogyanya di manage sedemikian rupa sehingga dapat menyelesaikan masalah secara efektif.

Demkian pula dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan matematika diperlukan strategi yang terintegrasi dalam kegiatan belajar mengajar Keterampilan memecahkan masalah harus dimiliki siswa, keterampilan tersebut akan dimiliki para siswa bila guru mengajarkan bagaimana memecahkan masalah yang efektif kepada siswa.

Perlu dipahami bahwa suatu suatu pertanyaan yang dianggap masalah oleh seorang siswa belum tentu merupakan masalah bagi siswa yang lainnya demikian pula suatu pertanyaan dianggap masalah oleh seorang siswa pada saat ini belum tentu dianggap masalah dalam waktu yang lain bila siswa tersebut sudah mengetahui cara atau proses mendapatkan penyelesaian masalah tersebut.

Jelas kiranya, syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah sebagai berikut :
  1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya. 
  2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial. Dalam pengajaran matematika, pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa biasanya disebut soal.
Adalah Geolge Polya seorang matematikawan paling berpengaruh pada abad 20 mengartikan pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai. Dalam bukunya buku How to solve it. Disebutkan ada beberapa tahapan untuk menyelesaikan problem, yaitu:
  1. Memahami problem, Problem apa yang dihadapi? Bagaimana kondisi dan datanya? Bagaimana memilah kondisi-kondisi tersebut? 
  2. Menyusun rencana, Menemkan hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui. Apakah pernah problem yang mirip? 
  3. Melaksanakan rencana, Menjalankan rencana guna menemukan solusi, periksa setiap langkah dengan seksama untuk membuktikan bahwa cara itu benar. 
  4. Menengok ke belakang, Melakukan penilaian terhadap solusi yang didapat. 
Keempat tahapan ini lebih dikenal dengan See (memahami problem), Plan (menyusun rencana), Do (melaksanakan rencana) dan Check (menguji jawaban),

Dalam rangka mengajarkan strategi pemecahan masalah, siswa harus mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tugas guru adalah memberikan masalh yang tepat agar para siswa tertarik dan suka menyelesaikan masalah yang dihadapi. Guru harus mempunyai database masalah yang dapat diambil dari berbagai sumber namun pada saat tertentu siswa diperbolehkan memilih masalahnya sendiri dan menyelesaikannya secara individu maupun secara berkelompok. 

Untuk dapat mengajarkan pemecahan masalah dengan baik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
  1. Waktu yang diperlukan, untuk menyelesikan masalah sangat relatif artinya jika seorang siswa diperhadapkan dengan satu masalah tanpa ada batasan waktu dalam menyelesaikannya, maka kecenderungan, siswa tersebut tidak akan berkonsentrasi secara penuh pada proses penyelesaian masalah yang diberikan. 
  2. Perencanaan, aktivitas pembelajaran dan waktu yang diperlukan harus direncanakan serta dikoordinasikan, sehingga siswa memiliki kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah dan menganalisis serta mendiskusikan pendekatan yang mereka pilih. 
  3. Sumber, buku matematika biasanya banyak memuat masalah yang sifatnya hanya rutin, maka guru dituntut untu menyembunyikan masalah-masalah lain sehingga dapat menambah soal pemecahan masalah. 
  4. Teknologi, sekalipun banyak kalangan yang tidak setuju dengan penggunaan kalkulator disekolah akan tetapi pada hal tertentu dapat digunakan, karena alat tersebut perlu dipertimbangkan penggunaannya.


sumber :
http://masbied.files.wordpress.com/

Kecerdasan Penggunaan Tubuh

Kecerdasan Gerakan (Bodily/Kinesthetic Intelligence) adalah salah satu dari delapan kecerdasan ganda yang dikemukakan oleh Dr Howard Gardner dalam bukunya “Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences” . 
image : http://growingwithyourchild.com

Kecerdasan Gerakan Tubuh atau BODILY KINESTHETIC menurut beberapa pendapat antara lain :

Menurut Gardner Kecerdasan Penggunaan Tubuh atau BODILY KINESTHETIC ini adalah kemampuan menggunakan seluruh tubuh dan komponennya untuk memecahkan permasalahan, membuat sesuatu atau menggunakan beberapa macam produksi, dan kordinasi anggota tubuh dan pikiran untuk menyempurnakan penampilan fisik. 

Sedang Lazear menjelaskan bahwa kecerdasan kinestetis jasmani berkaitan dengan aktivitas fisik dan dapat dilihat seperti dalam kegiatan mengenderai sepeda, memarkir mobil, menangkap sesuatu benda yang dilemparkan, dan mengatur keseimbangan tubuh saat bergerak atau berjalan. Dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani terdiri dari beberapa kemampuan yang berkaitan dengan jasmani dan gerak. 

Lain halnya dengan Armstrong yang menyatakan bahwa kecerdasan kinestetis jasmani berkaitan dengan keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan serta keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Pendapat tersebut menekankan bahwa kecerdasan kinestetis jasmani yang meliputi kemampuan yang berkaitan dengan gerakan-gerakan tubuh yang spesifik, kesanggupan memanipulasi objek dan memiliki keterampilan fisik seperti koordinasi, keseimbangan, kekuatan, kelenturan dan keterampilan. Anak-anak yang memiliki kecerdasan ini sering tidak mau diam saat sedang duduk, belajar atau sedang bermain atau sedang makan, dan biasanya merekalah yang nomor satu minta izin ke luar untuk bermain. Mereka memproses pengetahuan melalui sensasi tubuh. Mereka butuh kesempatan untuk belajar dengan bergerak atau memperagakan sesuatu.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kecerdasan Gerakan Tubuh atau BODILY KINESTHETIC adalah kemampuan yang berkaitan dengan fisik dan gerak yang meliputi :
  1. Kemampuan dalam memakai badan/fisik secara mahir dalam mengekspresikan diri atau untuk mencapai tujuan tertentu. 
  2. Kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan menangani beberapa benda secara amat terampil. 
  3. Kemampuan khusus dalam hal menguasai tarian, koordinasi fisik, olah raga, eksperimentasi, memakai body language, memakai tangannya untuk menciptakan dan mengekspresikan diri melalui tubuhnya.




Sumber :

Multiple Intelligences

image : connectionsacademy.com
Bagi sebagian besar orang tua memiliki anak yang mendapatkan nilai ulangan matematika dan ilmu pengetahuan alam bagus tentunya akan sangat merasa bangga, hampir semua sahabat dan kerabat akan menilai bahwa anak tersebut adalah anak yang pintar atau cerdas. Hal tersebut tidaklah salah karena saat ini dasar penilaian kecerdasan dinilai dari kemampuan psikokognitif yang berisikan deretan angka nilai ujian mata pelajaran matematika dan ilmu sains lainnya. Maka tak heran apabila banyak orang tua siswa SMA yang berbondong- bondong untuk masuk ke jurusan IPA dan menganggap jurusan IPS adalah jurusan yang dipandang sebelah mata.
Perlu kita pahami bahwa dalam menakar kecerdasan seorang siswa tidak hanya berdasarkan kemampuan psikokognitif saja melainkan juga kemampuan psikomotorik yang menyangkut kemampuan atau kecakapan hidup (life skill) sebagai modal dasar ketika siswa tersebut terjun dan berkiprah di masyarakat umum. Kemampuan psikomotorik berkaitan dengan gerak fisik yang mempengaruhi sikap mental. Aspek ini menunjukkan kemampuan atau keterampilan anak setelah menerima pengetahuan (Chatib,2013:69)

Howard Gardner, seorang psikolog di Harvard University Amerika mengemukakan gagasan Multiple Intelligences (kecerdasan jamak) dimana seseorang dikatakan memiliki kecerdasan tidak saja dilihat dari kemampuan kognitif danam bentuk angka-angka tetapi dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu :
  1. Kecerdasan Spasial-visual (menggambar) 
  2. Kecerdasan kinestetik 
  3. Kecerdasan logis matematik 
  4. Kecerdasan interpersonal 
  5. Kecerdasan intrapersonal 
  6. Kecerdasan verbal - linguistik 
  7. Kecerdasan naturalis, dan 
  8. Kecerdasan musikal
Apabila dilihat dari teori Howard, seorang siswa yang mahir bermain musik, maka dia dapat dikatakan memiliki kecerdasan musikal, apabila memiliti telenta yang bagus dibidang seni drama, maka dia memiliki kecerdasan kinetetik, sehingga dapat kita simpulkan bahwa dari sekian banyak siswa ternyata semuanya cerdas dan tidak ada yang bodoh.

Setelah kita memahami berbagai Teori Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Howard adalah menjadi tanggung jawab kita untuk menggali dan mengembangkan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa. Berbagai macam kegiatan dapat dilaksanakan dalam rangka menggali potensi siswa seperti kegiatan ekstrakulikuler bidang kesenian, bidang olah raga, keorganisasian, pramuka.



sumber :
Howard Gardner’s, Frames of mind (1983)